Berbagai Penelitian tentang Konflik Dayak Madura

Teman-teman, berikut ini saya copy-kan salah satu bagian dari BAB II tesis saya yang berjudul “Pengelolaan Kesan Etnik Dayak dan Madura Pascaperang Suku di Kalimantan Barat”. Bagian ini berjudul “Penelitian Terdahulu berkaitan dengan Konflik Antaretnik Dayak dan Madura”.

Semoga Bermanfaat

—————————————————————–

Konflik antaretnik dapat dikatakan sebagai suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok yang berbeda etnik, karena diantara mereka memiliki perbedaan dalam sikap, kepercayaan, nilai, atau kebutuhan (Liliweri, 2005:146).

Sebuah penelitian mengenai konflik antara Suku Dayak dan Suku Madura pernah dilakukan oleh Yohanes Bahari pada tahun 2005, penelitian tersebut berjudul Resolusi Konflik berbasis Pranata Adat Pamabakng dan Pati Nyawa pada Masyarakat Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat. Hasil penelitian tersebut salah satunya menyebutkan bahwa konflik-konflik kekerasan yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura disebabkan oleh faktor-faktor struktural yang dilandasi oleh faktor faktor kultural; apabila faktor-faktor struktural dan kultural ini tidak diatasi dengan tuntas dan sepanjang resoluasi konflik tidak mengedepankan resolusi yang berbasis pada budaya dan kepercayaan masyarakat maka konflik kekerasan diperkirakan akan terus berulang (2005 : vi).

Yohanes juga menyebutkan bahwa konflik kekerasan antara Suku Dayak dan Suku Madura di Kalimantan Barat selama ini memang tidak terlepas dari adanya tradisi kekerasan dalam Suku Dayak, namun sebenarnya bukan tradisi ini yang menjadi penyebab utama konflik melainkan lebih sebagai akibat dari adanya pemanfaatan oleh pihak-pihak lain yang menginginkan kekerasan terjadi di Kalimantan Barat. Selain itu, oleh mereka sendiri kekerasan tidak pernah dikaitkan dengan isu-isu keagamaan (2005:312-313).

Di sisi Suku Madura, perilaku dan tindakan orang Madura yang tinggal di Kalimantan Barat, baik yang sudah lama maupun masih baru tidak banyak berbeda dengan perilaku dan tindakan mereka di tempat asalnya di pulau Madura. Orang Madura biasanya akan merespon amarah atau kekerasan berupa tindakan resistensi yang cenderung berupa kekerasan pula (Yohanes Bahari, 2002:314). Karena itu, kecenderungan kekerasan ini pulalah yang mudah dipicu untuk menimbulkan konflik dengan suku lain.

Penelitian lainnya yang peneliti angkat sebagai referensi untuk penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Julia Magdalena Wuysang. Wuysang (2003) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Stereotip etnik, Prasangka Sosial dan Kecenderungan Berperilaku terhadap Jarak Sosial Antaretnik Melayu dan Etnik Madura di Kota Pontianak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam interaksi antara Etnik Melayu dan Etnik Madura, salah satu pesan yang disampaikan yakni ciri, sifat, dan atribut negatif yang dilekatkan pada suatu etnik tertentu. Perasaan negatif terhadap etnik lain ini merupakan prasangka yang akan menjadi penghambat komunikasi. Padahal, perasaan negatif tersebut sebenarnya muncul dari perbedaan persepsi karena perbedaan penafsiran pesan yang dibawa komunikator dan komunikan hingga akhirnya memperbesar jarak sosial.

Wuysang juga menemukan bahwa individu dari kedua etnik itu memiliki kecenderungan berperilaku diskriminatif dalam mereaksi pesan dari etnik lain, misalnya etnik Melayu cenderung berperilaku diskriminatif terhadap etnik Madura, atau sebaliknya. Hal tersebut dilakukan dengan kecenderungan untuk tidak menerima komunikator etnik lain dengan berbagai cara.

Dalam kesimpulannya, Wuysang meyatakan bahwa stereotip etnik, prasangka sosial dan kecenderungan berperilaku diskriminatif yang ada di antara etnik akan memperbesar jarak sosial antaretnik. Sedangkan faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi jarak sosial antara kedua etnik itu adalah : faktor budaya asal, orang tua, kelompok pergaulan dan guru, kepribadian individu, tingkat pendidikan, pekerjaan, perkawinan, media massa, tempat tinggal, pemukiman dan lama tinggal, serta pola-pola interaksi intraetnik dan antaretnik. Dari penelitian tersebut, Wuysang memperoleh beberapa konsep, yakni :

1.Perbedaan karakteristik etnik merupakan hal yang alami, esensinya adalah mencari dan mengembangkan persamaan di dalam hubungan antar etnik;

2. Mengenali hambatan di dalam komunikasi antarbudaya dapat mengeliminir akibat yang ditimbulkannya.

Selain penelitian yang berkaitan dengan penyebab konflik, peneliti juga melakukan kajian pustaka terhadap kondisi setelah konflik. Salah satu yang menarik dan sangat relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Agus Sikwan pada tahun 2003. Penelitian tersebut berjudul Model Program Pemberdayaan Dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Pengungsi Etnik Madura Asal Sambas di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Empowerment Program Model to Increase The Welfare of Madurese Refugees from sambas In Pontianak, West Kalimantan). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat pengungsi Etnik Madura asal Sambas yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah setempat (aparat birokrasi) tidak melibatkan partisipasi aktif seluruh masyarakat pengungsi secara luas dalam setiap kegiatan program pemberdayaan. Padahal, pembangunan masyarakat (dalam hal ini adalah pengungsi) adalah proses yang dirancang untuk menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif mereka, serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakarsa mereka sendiri. Jadi, pemerintah membuat program tanpa meminta masukan dari pengungsi, hingga akhirnya program-program tersebut tidak relevan bagi pengungsi.

Penelitian Sikwan ini secara tersirat menunjukkan bahwa pada akhirnya pengungsi etnik Madura harus memutuskan sendiri hal-hal apa yang harus mereka lakukan baik secara sosial maupun ekonomi untuk dapat kembali kepada kehidupan yang normal. Bagi saya, hasil penelitian Sikwan ini menyiratkan bahwa dalam berkomunikasi dan menjalin kembali hubungan dengan etnik lain, khususnya Dayak dan Melayu, pengungsi Etnik Madura ternyata tidak dibimbing dan dibina oleh aparat pemerintah sebagai pelaksana program pemberdayaan. Etnik Madura bergerak atas prakarsa dan kemauan mereka sendiri, karena program-program yang dilakukan pemerintah tidak mencakup bagaimana mereka dapat kembali bersosialisasi dengan etnik lain.

Penelitian-penelitian berkaitan dengan konflik antaretnik Dayak dan Etnik Madura yang saya paparkan di atas belum ada yang menyentuh mengenai upaya pengelolaan kesan yang dilakukan kedua etnik dalam rangka menjalin kembali komunikasi di antara mereka. Oleh Karena itu, penelitian mengenai pengelolaan kesan tersebut perlu dilakukan. Selain untuk memperkaya khasanah penelitian mengenai komunikasi yang berkaitan dengan konflik antaretnik, penelitian mengenai pengelolaan kesan ini juga akan membantu lembaga-lembaga yang bertugas memperbaiki kondisi pascakonflik untuk mengambil langkah-langkah terbaik.

16 Responses

  1. aku jadi teringat lagi kasus lama ini..
    merinding juga sih melihat kenyataan berdarah sesama warga negara indonesia saling bunuh hanya karena keegoisan suku…

    “benar, padahal apa yang diberitakan media tidak mampu menggambarkan kengerian sesungguhnya. saya dan keluarga terkena imbas trauma, soalnya kejadiannya pas ditempat tinggal saya. mudah-mudahan tidak pernah terjadi lagi. Amin.”

  2. Thanks komennya….Ra kalo boleh penelitian lengkapnya tentang konflik Madura di share? Baru inget saya…..

    “oke Pak, file lengkapnya nanti kita share offline ya Pak :)”

  3. tingkat kompleksitas dari friksi ini memang cukup tinggi ya teh.. spt biasa analisa teteh asik buat disimak.. ^_^

    “hatur nuhun Kang, komennya selalu membuat bahagia hehe. Yap memang, Konflik antaretnik yang ada di kalbar sangat kompleks. Bahkan, disebagian daerah sebenarnya konflik itu masih belum selesai…”

  4. Setau sie suku dayak itu suku yang gak pernah macam macam,gimana mau macam macam wong kehidupan mereka jauh tertinggal dari kita, kalau mereka sampai marah bahkan saling bunuh bisa jadi karena harga diri yang terusik.
    Sebaiknya kita semua berpegang pada pepatah lama yang bilang Dimana bumi dipijak disitu pula langit dijunjung, pandai pandai dalam membawa diri dan saling menghargai dimanapun kita berada, insya allah selamat dunia akherat.. Halah sok teu nih sassie nya xixi..
    Seneng juga bisa kenal mbak ira ^^v

    “Yap betul sekali Sie, ketidakmampuan menyesuaikan diri memang salah satu penyebab konflik berdarah ini, meski itu hanya oknum2 tertentu. tidak semua suku dayak pembunuh, seperti halnya tidak semua suku madura “kurang ajar”. “

  5. Ibu Ira,
    saya mei mankom C 06
    hehe^^

    lagi jalan-jalan eh nemu blog ibu,
    skalian comment ah..

    terimakasih ya Mei sudah komen. namanya keren amat “meiisme” jadi mirip sama nama2 perspektif filsafat komunikasi yang lagi kita bahas di kelas….hehe”

  6. Saya jadi ingat kerusuhan di Kalteng antara 2 suku. Semua teman2 saya dari Madura yang saya kenal baik tidak satu pun yang pernah berlaku kasar. Begitu pun warga Dayak, semua yang saya kenal berhati lembut. Sewaktu kami penelitian di pedalaman Kalteng 1996, jam 01.00 tengah malam masih dalam perjalanan dengan klotok (perahu kecil), karena kemalaman di jalan kami mampir di rumah penduduk Dayak. Sambutan mereka sungguh membuat kami terharu. Sempatnya tengah malam itu mereka menjamu kami dengan makan2 dan perlakuan yang amat bersahabat, padahal mereka belum mengenal kami sama sekali.
    Tetapi terus terang, pengalaman pribadi bergaul dengan masyarakat Madura yang bertempat tinggal di Kalteng amat minim. Saya kira ada sesuatu yang salah dengan ini semua, yang amat fatal.

    “benar Mas, kita semua yang pernah kenal dengan kedua suku itu, pasti merasa miris, karena sebenarnya kedua suku ini mungkin sebenarnya tidak saling memusuhi. seorang tetangga saya, orang dayak, rela berjuang melawan sukunya demi menyelamatkan tetangga kami yang madura.”

  7. minta izin ngopi ya mbk. buat referensi tugas makalah psikologi sosial. oce (^_^)

    Oce Uzi, silakan dikopi. semoga bermanfaat. tapi saya mohon jangan lupa untuk menyebutkan darimana sumbernya….supaya kita terhindar dari plagiarisme. semoga tugasnya lancr ya…:)

  8. Mba Ira,
    Menarik sekali penelitiannya tentang konflik Dayak-Madura. Saya 2 bulan terakhir juga sedang melakukan penelitian yang sama di Aceh Tengah tentang konflik horizontal suku Aceh, Gayo dan Jawa yang mulai terjadi tahun 1999.
    Kalau boleh saya juga minta dishare hasil penelitian lengkapnya, saya berharap melalui penelitian Mba Ira saya bisa mengetahui lebih banyak tentang karakter konflik yang melibatkan suku Jawa di daerah lainnya.
    Terima kasih, -Asiah

    boleh sekali mbak, tapi mungkin seminggu ke depan. karena seminggu ini nebeng di laptop temen, data tesisnya ada di laptop saya. btw, jangan sungkan untuk menagih ya Mabk, soalnya saya pelupa hehe

  9. Mbak Ira, minta izin copy y untuk buat tugas KWN,he3…Oya mbak pingin tanya nih, menurut mbak apakah perang suku ini sudah melanggar Pancasila? Kalo iya sila keberapa aja? Bagaimana cara mengatasi perang suku ini y? Thx B4 y Mbak Ira ^^

    KWN itu kewarganegaraan yaa…. silakan di copy, tapi saya menyarankan untuk tidak copy paste begitu saja, gunakan kaedah mengutip yang benar ya. soalnya beberapa waktu lalu saya mendapati ada mahasiswa S2 yang mengcopy paste tugas ini.
    kalau mengenai pelanggaran pancasila, terang saja melanggar. sebenarnya semua sila terkait, tapi kalau saya lihat di lapangan, tentu yang paling nyata dilanggar adalah sila kemanusiaan yang adil dan beradab. bagaimana suku-suku yang bertikai tidak memperlakukan orang lain layaknya manusia. mereka mengejar, membunuh, dan memperlakukan jenazah dengan tidak layak.
    karena perang suku ini bersifat multidimensi, maka mengatasi perang suku ini perlu pendekatan dari berbagai sisi, mulai dari sisi budaya, komunikasi, ekonomi, struktural, dll….

  10. misi mbaaa
    saya mau izin copy sebagian yaa untuk tugas sosiologii…
    makasiii
    =))

  11. Syalom bu…

  12. memang sangat menyadih kan memang,inilah akibat tidak kepedulian orde baru terhadap pendidikan dan rasa nasionalisme ,dan tidak perdulinya masyarakat indonesia,para ulama,pendeta ataupun ketua2 suku yang berada disitu,padahal perang itu konon telah lama berlangsung,coba mulai dari dulu dibenah pastikan tidak begitu,ayo generasi muda jgnlah kamu mau diprovokasi,bagaimana mau menghancurkan malaysia kalau kita aja berkelahi teruuuuuuuuus.hidup NKRI

    semoga semangat seperti ini bisa membuat indonesia damai. anyway….mungkin bukan menghancurkan malaysia tapi membuat mereka menghargai kita

  13. Saya pernah tinggal di Singkawang, Kalbar. Semoga etnis Madura dan Dayak jangan ribut lagi malu sebagai bangsa Indonesia, jangan mau di adu domba, membangun Indonesia bersama tentu akan lebih mudah. Hasil penelitian hendaklah bisa berguna untuk bangsa.
    Wassalam,

  14. untk hdp damai dkalimantan bersma org dayak, stp suku yg mempunya ‘karakter keras’ musti meningglkn jh2 karakternya itu sblm mereka menginjkkn kki dkalimantan.org dayk tdk pernh bersikp kers duluan dan klo mereka sampe bertindk spt it, berart ada hal yg udak kelewatn menimpa mereka.mereka adlh suku yg ‘lugu’ yg blm terllu mengerti ttg poltik dsb nya. mereka bs menerima pendtng dg keramhtamahn dan sellu menglh.sy anggp org dayak adalh suku yg paling tertinggl namun adlh suku yg plng bermoral d’indonesia.skdr penglmn swktu kulh d’jawa maupn swktu drumh (d’kalimantan), hampr stp sy berblanja di toko2/warung madura, sy menerima omeln/marahan dr pemiliknya.penyebbnya biasanya karena kita tdk tertarik untk membli ssuatu atu qt membtlkn transksi karena ktdk cocokan ksepaktn harga.kdg sy dtarik untuk dtawari suatu barng namn stlh qt menolk justru qt mendpt perlakuan yg tdk menyenangkn bahkan ancaman. jd menurt sy selama org madura msh bersikp spt ini, dimanapun mereka berpijk keluar dr daerahnya(pulau madura), mereka tdk akn mendpt kedamaian.bahkan mereka akn semakin dibenci dr waktu ke waktu..

  15. Mba Ira,, makasih infonya, saya lulusan antropologi haus artikel-artikel semacam ini, kalau ada yang menarik lainnya soal budaya,, mohon dikabarkan melalui email saya

    @ Sassie: Saya TIDAK SETUJU dengan pernyataan anda “Setau sie suku dayak itu suku yang gak pernah macam macam,gimana mau macam macam wong kehidupan mereka jauh tertinggal dari kita”,, JAUH TERTINGGAL!! Setahu saya, mereka hanya memilih hidup dengan mempertahankan adat istiadat turun-temurun, bukan sengaja tertinggal dari kehidupan kita, malah saya menentang jika ada yang mau memodernisasi atau menyeragamkan suku-suku di Indonesia.. Terima kasih!

  16. Bhineka Tunggal Ika Tan Hana darma Mangrva

Leave a comment